Senin, 22 Oktober 2012

PENETAPAN KADAR CUKA


Penentuan kadar cuka pada makanan dapat ditentukan dengan menggunakan metode titrasi netralisasi dengan menggunakan indicator fenolftalein (PP). Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai titran dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai titer dan biasanya diletakkan didalam buret. Baik titer maupun titran biasanya berupa larutan.
Titrasi asam basa merupakan analisis kuantitatif untuk menentukan molaritas larutan asam atau basa. Zat yang akan ditentukan molaritasnya dititrasi oleh larutan yang molaritasnya diketahui (larutan baku atau larutan standar) dengan tepat dan disertai penambahan indikator. Fungsi indikator di sini untuk mengetahui titik akhir titrasi. Jika indikator yang digunakan tepat, maka indikator tersebut akan berubah warnanya pada titik akhir titrasi.Titrasi asam basa merupakan metode penentuan molaritas asam dengan zat penitrasi larutan basa atau penentuan molaritas larutan basa dengan zat penitrasi larutan asam. Titik akhir titrasi atau titik ekuivalen (pada saat indikator berubah warna) diharapkan mendekati titik ekuivalen titrasi, yaitu kondisi pada saat larutan asam tepat bereaksi dengan larutan basa.
Pemilihan indikator yang tepat merupakan syarat utama saat titrasi.Jika indikator yang digunakan berubah warna pada saat titik ekuivalen,maka titik akhir titrasi akan sama dengan titik ekuivalen. Akan tetapi, jika perubahan warna indikator terletak pada pH di mana zat penitrasi sedikit berlebih, maka titik akhir titrasi berbeda dengan titik ekuivalen. Indikator yang lebih dianjurkan yaitu fenolftalein (PP) karena memberikan perubahan warna yang lebih jelas yaitu warna merah muda dari yang tidak berwarna (trayek pH=8,2-10,0).
Pada saat titik ekuivalen proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka dapat menghitung kadar titrant.
Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode kimia analisa kuantitatif yang didasarkan pada prinsip titrasi asam-basa. Asidi-alkalimetri berfungsi untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan secara analisa volumetri. Titik akhir dari titrasi ini mudah dilihat dengan penambahan indikator yang sesuai. Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kadar asam Cuka (CH3COOH) dengan titrasi Asidi-Alkalimetri. Sampai pH asam cuka berubah menjadi larutan basa, untuk ditentukan kadarnya.
Salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan analisis titrimetri adalah reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut (Basset, J, 1994).
Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:
1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (sebaiknya  pada suhu 110-120°C).
2.  Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
3.  Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
4.  Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).
5.   Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap. Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
6. Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida.Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.
Natrium karbonat Na2CO3, natrium tetraborat Na2B4O7, kalium hydrogen iodat KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan merupakan zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer. Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk standarisasi yang kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer.
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik (saat) mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan,yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator.
Selama proses titrasi asam – basa, pH larutan terus menerus berubah dengan aturan yang khas. pH tersebut akan berubah secara drastis pada saat volume titran mendekati titik ekivalen.
Karakteristik dari kurva ini sangat penting, karena menentukan pemilihan indicator yang sesuai (paling mendekati titik ekivalen) untuk meminimalkan kesalahan titrasi. Indicator adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk fluorescent pada suatu trayek pH tertentu. Perubahan ini terjadi karena karena adanya perubahan struktrur dari indicator tersebut.
Gambar diatas adalah contoh titrasi alkalimetri, terlihat bahwa pH naik perlahan terhadap penambahan NaOH. Pada saat mendekati titik ekivalen, pH menaik secara drastis. Berdasarkan hal tersebut, maka indikator yang sesuai adalah phenol phtalein yang bekerja pada trayek pH 8,3 -10. Phenol phtalein merupakan bentuk asam lemah yang lain. Asam lemah tidak berwarna dan ion-nya berwarna merah muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke arah kiri, dan mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya - mengubah indikator menjadi ungu.
Selain dengan menggunakan indikator, titik ekivalen dapat dicari dengan bantuan pH meter. Kurva titrasi diperoleh dengan memplotkan data jumlah titran yang ditambahkan versus pH larutan. Titik ekivalen jelas terlihat dengan menggunakan perhitungan turunan kedua, dimana titik ekivalen merupakan perpotongan antara garis mendatar (volume titran).

SUMBER:


Senin, 15 Oktober 2012

PENETAPAN PENGAWET


Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Akan tetapi tidak jarang produsen menggunakannya pada bahan pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur (Cahyadi, 2008: 5).
Salah satu mikroorganisme yang menyebabkan rusaknya mutu/kualitas bahan pangan adalah mikroba. Mikroba membawa penyakit sehingga akan menyebabkan suatu infeksi. Teknologi pangan membuat suatu senyawa kimia antimikroba, sehingga makanan tidak mudah rusak. Untuk mencegah adanya mikroba dalam makanan dapat dilakukan dengan pemanasan, pengeringan, fermentasi atau penambahan senyawa-senyawa kimia. Penambahan garam nitrat/nitrit cenderung berbahaya. Penambahan nitrit/nitrat digunakan dalam proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba. Selain itu dewasa ini cukup marak penambahan formalin yang merupakan larutan organik bersifat karsinogenik yang digunakan sebagai pengawet makanan.
Pada massa sekarang ini, antimikroba pada makanan digunakan untuk pengawet dan mempunyai peran signifikan dalam memproduksi suplai makanan.
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan terkait senyawa sebagai antimikroba:
•           Mengetahui spektrum mikroba
•           Sifat kimia dan hasil dari anti mikroba harus diketahui
•           Produk makanan harus diketahui (nilai pka, kelarutan, pH dan lain lain)
Permenkes No 722/MenKes/Per/ IX/88 telah mengatur bahan-bahan yang boleh digunakan. Bahan-bahan tersebut bisa untuk mengawetkan, mewarnai, maupun mengemulsi, memantapkan, dan mengentalkan. Bahan pengawet yang banyak di jual di masyarakat dan digunakan untuk mengawetkan berbagai bahan pangan salah satunya adalah asam benzoat, benzoat ini umumnya terdapat dalam bentuk garam natrium dan kaliumm benzoat yang sifatnya mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman, seperrti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai jeli, manisan, kecap dan lain-lain (Cahyadi, 2008: 5).
Jenis pengawet benzoat merupakan salah satu bahan-bahan yang direkomendasikan oleh Badan POM sesuai dengan Permenkes No 722/MenKes/Per/ IX/88, untuk digunakan sebagai pengawet, karenya jenis pengawet ini tergolong bersifat halal. Akan tetapi pengawet benzoat ini diindikasikan menimbulkan efek negatif jika dikonsumsi oleh individu tertentu misalnya yang alergi atau jika digunakan secara berlebihan. Bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil toksin (racun), bakteri spora dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat mempengaruhi rasa.
Bahan makanan atau minuman yang diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair. Asam benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari buah, sirup, dan ikan asin. Bahan ini bisa menyebabkan dampak negatif pada penderita asma dan bagi orang yang peka terhadap aspirin. Kalsium Benzoat bisa memicu terjadinya serangan asma (Jusuf, 2009). Sehingga benzoat cenderung bersifat sebagai pengawet yang bersifat mubah/boleh dalam batas ambang tertentu, bahkan bisa jadi dengan penggunaan berlebih dan merugikan tersebut benzoate bersifat haram, karena menimbulkan kemudorotan dibandingkan manfaatnya.
Umumnya senyawa-senyawa pengawet sintesis tergolong dalam kelompok yang bersifat mubah/boleh, karena cenderung menyebabkan efek samping jika digunakan secara berlebih. Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan mungkin akan bersifat efektif untuk mengawetkan pangan tertentu akan tetapi tidak untuk mengawetkan pangan yang lain, sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Pada saat ini, masih banyak penggunaan bahan-bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam pangan dan berbahaya bagi kesehatan, seperti boraks dan formalin. Badan POM-MUI pun telah memfatwakan pengawet borak dan formalin bersifat haram untuk dikonsumsi dan digunakan sebagai pengawet dalam pangan.
Kecenderungan back to nature mengoptimalkan bahan-bahan alam untuk digunakan sebagai pengawet makanan alami. Penelitian mengenai potensi pengawet alami yang dikembangkan dari tanaman rempah (seperti jahe, kayu manis, andaliman, daun salam dan sebagainya) maupun dari produk hewani (seperti lisozim, laktoperoksidase, kitosan dan sebagainya) sendiri sebenarnya telah banyak dilakukan di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Akan tetapi, penggunaan bahan antimikroba kimia, di lingkungan masyarakat (produsen) lebih banyak digunakan dalam produk pangan, mengingat hasil yang lebih baik sebagai pengawet dan biaya yang relative lebih murah.
Sifat Antimikroba Bahan Pengawet
Senyawa antimikroba adalah bahan pengawet yang berfungsi untuk menghambat kerusakan pangan akibat aktivitas mikroba. Sejarah penggunaan pengawet didalam bahan pangan sendiri bermula dari penggunaan garam, asap dan asam (proses fermentasi) untuk mengawetkan pangan. Sejumlah bahan antimikroba kemudian dikembangkan dengan tujuan untuk menghambat atau membunuh mikroba pembusuk (penyebab kerusakan pangan) dan mikroba patogen (penyebab keracunan pangan) (Syamsir, 2007). Pemilihan awal suatu senyawa antimikroba umumnya didasarkan atas spektrum antimikrobanya. Senyawa antimikroba yang diinginkan adalah yang luas, meskipun hal ini sulit dicapai. Beberapa senyawa mempunyai kemampuan untuk menghambat beberapa jenis mikroba, tetapi penghambatan suatu mikroba kadang-kadang menyebabkan mikroba lain didalam produk tersebut menjadi dominan. Oleh karena itu, senyawa antimikroba untuk suatu produk harus besifat aktif untuk semua mikroba yang tidak diinginkan didalam produk itu (Syamsir, 2007).

Mekanisme kerja antimikroba secara umum menghambat keutuhan permeabilitas dinding sel, menghambat sistem genetik, menghambat kerja enzim, peningkatan nutrien esensial (Cahyadi, 2008 : 8-9)
1.    Menghambat Sintesis Dinding Sel Bakteri
Bahan kimia tidak perlu masuk kedalam sel untuk menghambat pertumbuhan, reaksi yang terjadi pada dinding sel atau membran sel dapat mengubah permeabilitas sel. Hal ini dapat mengganggu atau menghalangi jalannya nutrien masuk kedalam sel, dan mengganggu keluarnya zat-zat penyusun sel dan metabolit dari dalam sel. Kerusakan membran sel dapat terjadi karena reaksi antara bahan pengawet/senyawa antimikroba dengan sisi aktif atau larutnya senyawa lipid. Dinding sel merupakan senyawa yang kompleks, karena itu senyawa kimia dapat bercampur dengan penyusun dinding sel sehingga akan mempengaruhi dinding sel dengan jalan mempengaruhi penghambatan polimerisasi penyusun dinding sel. Apabila berkembang lebih lanjut maka akibatnya kebutuhan sel tidak dapat terpenuhi dengan baik.
2.    Menghambat Sistem Genetik
Dalam hal ini senyawa antimikroba/bahan kimia masuk ke dalam sel. Beberapa senyawa kimia dapat berkombinasi atau menyerang ribosom dan menghambat sintesis protein. Jika gen-gen dipengaruhi oleh senyawa antimikroba/bahan kimia maka sintesa enzim yang mengontrol gen akan dihambat.
3.    Penghambatan Enzim
Perubahan pH yang mencolok, pH naik turun, akan menghambat kerja enzim dan mencegah perkembangbiakan mikroorganisme.
4.    Peningkatan Nutrien Esensial
Mikroorganisme memounyai kebutuhan nutrien yang berbeda-beda, karena itu pengikatan nutrien tertentu akan mempengaruhi organisme yang berbeda pula. Apabila nutrien tersebut diikat, akan lebih sedikit berpengaruh pada organisme dibandingkan dengan organisme lain yang memerlukan nutrien tersebut dalam jumlah banyak.

Berdasarkan sifak toksikitas selektifnya, senyawa antimikroba digolongkan menjadi dua kelompok yaitu antimikroba yang bersifat bakteriostatik yang bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan populasi bakteri tanpa mematikan, sedangkan bakteri yang bersifat bakterisida dengan cara membunuh bakterinya (Jawetz et al., 1996: 213). Efektivitas penggunaan suatu senyawa antimikroba didalam bahan pangan sangat tergantung pada kondisi produk pangan seperti pH (keasaman), polaritas, komposisi nutrisi didalam bahan pangan, juga tergantung pada faktor lainnya seperti kondisi suhu dan proses pengolahan, pengemasan serta penanganan pasca pengolahan
Antimikroba Alami
Pengawet kimia selama ini umum digunakan sebagai bahan tambahan untuk membatasi jumlah mikroorganisme yang hidup didalam pangan. Bahaya negatif yang disebabkan karena penggunaan senyawa kimia secara berlebih dalam makanan membuat konsumen sedikit kawatir terhadap bahaya keracunan yang disebabkan penggunaan bahan kimia tersebut. Hal ini memaksa industri pangan untuk menghindari penggunaan pengawet kimia pada produknya,serta mencari alternatif lain yang lebih alami untuk mempertahankan atau memperpanjang umur simpan produk. Kecenderungan back to nature mengoptimalkan bahan-bahan alam untuk digunakan sebagai pengawet makanan alami. Bahan-bahan alam ini secara alamia, akan lebih mudah diterima oleh tubuh.
Bahan pengawet organik yang banyak digunakan yaitu asambenzoat, ester asam p-hidroksi benzoate, asam salisilat dan lain sebagainya. Sedangkan bahan pemanis sintetik yang banyak digunakan yaitu sakarin, dulsin dan siklamat.
Berikut adalah cara penetapan senywa – senyawa tersebut di atas dan pada umumnya hanya dilakukan analisa kualitatif saja.
Benzoat dan salisilat
1.    Pipet 100 ml atau lebih filtrate dari persiapan sample, masukkan kedalam labu pemisah.
2. Tambahkan HCl (1+3) sampai asam (gunakan kertas litmus sebagai indikator). Tambahkan lagi 5 – 10 ml HCl (1+3).
3. Ekstrak dengan 75 – 100 ml eter. Jika perlu ekstrak kembali lapisan air dengan eter lagi.
4. Cuci ekstrak eter sebanyak 3 kali, masing – masing dengan 5 ml air. Masukkan ekstrak eter ke dalam pinggan porselin.
5. Uapkan eter dalam penangas air. Residu yang dihasilkan mengandung asam benzoat atau eternya, asam salisilat, sakarin, dulsin dan atau bahan terekstrak lainnya.
6. Larutkan residu yang diperoleh dalam air. Jika perlu panaskan sampai 80 – 85 OC selama 10 menit.
7. Larutan yang diperoleh di bagi 3 untuk pengujian selanjutnya (larutan A, B dan C).
Ø  Pengujian asam benzoat
a.    Kedalam larutan A ditambahkan beberapa tetes NH3 sampai larutan menjadi basa.
b.    Hilangkan kelebihan NH3 dengan penguapan
c.    Larutkan kembali residu dengan air panas, saring bila diperlukan
d.    Tambahkan beberapa tetes FeCl3 netral 0.5 %. Terbentuknya endapan Ferribenzoat yang berwarna salmon menunjukkan adanya asam benzoat.

Ø  Pengujian asam salisilat
Kedalam larutan B ditambahkan 1 tetes FeCl3 netral 0.5 %. Jika ada asam salisilat, maka larutan akan berwarna ungu.
a.    Tambahkan basa (NH3 atau NaOH) kedalam larutan C sampai menjadi alkali.
b.    Ekstrak larutan dengan menggunakan eter dalam labu pemisah. Dari hasil ekstraksi ini akan diperoleh dua lapisan yaitu lapisan eter (D) dan lapisan air (E)
Sumber:
http://elokkamilah.wordpress.com/kimia-farmasi-dan-medisinal-2/pengawet-makanan-sebuah-bahasan-untuk-penetapan-halalan-toyyiban/ 




Senin, 01 Oktober 2012

DESTRUKSI PROTEIN


Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992). 
Pada umumnya kadar protein di dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri (S.A. & Suwedo H. ,1987). Nilai gizi dari suatu bahan pangan ditentukan bukan saja oleh kadar nutrien yang dikandungnya, tetapi juga oleh dapat tidaknya nutrien tersebut digunakan oleh tubuh (Muchtadi, 1989). Salah satu parameter nilai gizi protein adalah daya cernanya yang didefinisikan sebagai efektivitas absorbsi protein oleh tubuh (Del Valle, 1981). Berdasarkan kandungan asam-asam amino esensialnya, bahan pangan dapat dinilai apakah bergizi tinggi atau tidak. Bahan pangan bernilai gizi tinggi apabila mengandung asam amino esensial yang lengkap serta susunannya sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain:

1.    Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.
2.    Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.
3.    Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik.
4.    Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.

Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, pelarut organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 
2010). Analisis protein ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu: destruksi, destilasi, dan titrasi. Penentuan protein menurut Kjeldahl disebut juga penentuan kadar protein kasar (crude protein), yaitu menentukan jumlah total nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Sampel yang dianalisis berupa ampas tahu (A; E), jagung (F; G), biskuit (B; C), dan susu (D; H), sampel kelompok 7 yaitu jagung.

Proses destruksi (Oksidasi)
Tahapan pertama penentuan kadar protein ini yaitu destruksi, destruksiprotein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sampel sebanyak 0,51 g ditimbang, kemudian ditambahkan 0,04 g HgO dan 0,9 g K2SOsebagai katalis. Destruksi merupakanproses pengubahan N protein menjadi ammonium sulfat. Proses ini berlangsung selama sampel yang ditambah dengan katalisator direaksikan dengan H2SOpekat dan dididihkan di atas pemanas labu Kjeldahl. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam ruang asam untuk menghindari S yang berada di dalam protein terurai menjadi SO2 yang sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh. Asam sulfat pekat berfungsi untuk mendestruksi protein menjadi unsur-unsurnya, sedangkan katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dan menaikkan titik didih asam sulfat. Tiap 1 gram K2SOmenaikkan titik didih 30C.
 Dari proses ini semua ikatan N dalam bahan pangan akan menjadi ammonium sulfat (NH4SO4) kecuali ikatan N=N; NO; dan NO2. Ammoniak dalam asam sulfat terdapat dalam bentuk ammonium sulfat. Pada tahap ini juga menghasilkan CO2, H2O, dan SO2 yang terbentuk adalah hasil reduksi dari sebagian asam sulfat dan menguap. 
Proses pemanasan dilakukan ± 2 jam sampai larutan jernih.Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat bahan telah terdestruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan.

Proses Destilasi
            Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3).Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Dari hasil destruksi protein, labu destruksi didinginkan kemudian dilakukan pengenceran dengan penambahan aquades. Pengenceran dilakukan untuk mengurangi kehebatan reaksi bila ditambah larutan alkali. Larutan dijadikan basa dengan menambahkan 10 mL NaOH 60%, lalu corong ditutup dan ditambahkan aquades ± setengah bagian. Sampel harus dimasukkan terlebih dahulu kedalam alat destilasi sebelum NaOH, karena untuk menghindari terjadinya superheating. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam
            Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Untuk menampung NH3 yang keluar, digunakan asam borat dalam erlenmeyer sebanyak 15 mL dan telah ditambahkan indikator Toshiro (Metil Merah + Metil Biru), menghasilkan larutan berwarna biru tua. Indikator ini digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Hasil destilasi (uap NH3 dan air) ditangkap oleh larutan H3BOyang terdapat dalam labu erlenmeyer dan membentuk senyawa (NH4)3BO3. Senyawa ini dalam suasana basa akan melepaskan NH3. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam borat. Penyulingan dihentikan jika semua N sudah tertangkap oleh asam borat dalam labu erlenmeyer atau hasil destilasi tidak merubah kertas lakmus merah serta menghasilkan larutan berwarna hijau jernih. Ujung selang dibilas dengan aquades, agar tidak ada ammonia yang tertinggal di selang. Reaksi yang terjadi:     
(NH4)SO4  + NaOH                Na2SO4 + 2 NH4OH
 2NH4OH                    2NH+ 2H2O
  4NH3 + 2H3BO3                2(NH4)2BO3 +H2

Proses Titrasi
            Titrasi merupakan tahap akhir pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan ini. Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia (N) dapat diketahui dengan  volume  HCl 0,02 N yang dibutuhkan destilat. Titik akhir titrasi dihentikan sampai larutan berubah dari hijau ke biru (kembali ke warna awal). Selisih jumlah titrasi blanko dan sampel merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.
            Dari analisa yang telah dilakukan, volume yang digunakan untuk menitrasi sampel sebanyak 5,37 mL HCl 0,02 N. Sehingga diperoleh kadar protein pada jagung sebesar 8,84%, sedangkan pada literatur sebesar 5,1%. Hal ini dapat terjadi dikarenakan proses analisa terutama titrasi yang tidak tepat, dapat terlalu berlebihan atau kekurangan yang berpengaruh terhadap volume HCl yang digunakan untuk titrasi, sehingga mempengaruhi  hasil perhitungan kadar protein kasar.
           
           

Senin, 24 September 2012

MINYAK DAN LEMAK


Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak berperan sanagat penting dalam gizi kita terutama karena merupakan sumber energy, cita rasa,serta sumber vitamin A,D, E dan K. Manusia dapat digolongkan mahluk omnivora, artinya makanannya terdiri dari bahan hewani maupun nabati, karena itu dapat manerima minyak dan lemak dari berbagai sumber baik ternak maupun tanaman. Minyak merupakan jenis makanan yang paling padat energy, yaitu mengandung 5 kkal per gram atau 37 kilojoul per gram. Pada umumnya proporsi minyak dan lemak yang dikosumsi ada kaitannya dengan tingkat ekonomi suatu Negara. Dinegara – Negara yang telah maju teknologinya jumlah konsumsi lemak umumnya tinggi, sebaliknya di Negara – Negara yang penghasilannya terbatas pada hasil pertanian, jumlah konsumsi lemaknya rendah.
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia.Selain itu leak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak atau lemak, khususnya minyak nabati, mengandung asam-asam lemak esensial seperti asam linoleat, lenolenat dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolestrol. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak sering kali ditambahkan dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goring, shortening (mentega putih), lemak (gajih), mentega, dan margarine.
Di samping itu, penambahan lemak juga dimaksudkan juga untuk menambah kalori serta memperbaiki tekstur dan citarasa bahan pangan. Seperti pada kembang gula, penambahan shortening pada pembuatan kue-kue, dan lain-lain. Lemak yang ditambahkan kedalam bahan pangan, atau dijadikan bahan pangan membutuhkan persyaratan dan sifat-sifat tertentu. Berbagai bahan pangan seperti daging, ikan, telur, susu, alpokat, kacang tanah, dan beberapa jenis sayuran mengandung lemak atau minyak yang biasanya termakan bersama bahan tersebut. Lemak dan minyak tersebut dikenal sebagai lemak tersembunyi (invisibkefat). Sedangkan lemak dan minyak yang telah diekstraksi dari ternak atau bahan nabati dan dimurnikan dikenal sebagai lemak minyak biasa atau lemak kasat mata (visible fat). Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolestrol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak hewani ada yang berbentuk padat (lemak) yang biasanya berasal dari lemak hewan darat seperti lemak susu, lemak babi, lemak sapi.
Pembentukan Lemak secara Alami
Hampir semua bahan banyak mengandung lemak dan minyak, terutama bahan yang berasal dari hewan. Lemak dalam jaringan hewan terdapat pada jaringan adiposa. Dalam tanaman, lemak disintesis dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak yang terbentuk dari kelanjutan oksidasi karbohidrat dalam proses respirasi. Proses pembentukan lemak dalam tanaman dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pembentukan gliserol, pembentukan molekul asam lemak, kemudian kondensasi asam lemak dengan gliserol membentuk lemak.
Minyak pangan dalam bahan pangan biasanya diekstraksi dalam keadaan tidak murni dan bercampur dengan komponen-komponen lain yang disebut fraksilipida. Fraksi lipida terdiri dari minyak/lemak (edibleflat/oil), malam (wax) fosfolipida, sterol, hidrokarbon, dan pigmen. Dengan cara ekstraksi yang menggunakan pelarut lemak, seperti potroleum eter, etil eter, benzene, dan kloroform komponen-komponen fraksilipida dapat dipisahkan. Lemak kasar (crude fat) tersebut disebut fraksi larut eter. Untuk membedakan komponen-komponen fraksi lipida dipergunakan NaOH. Minyak/lemak makan, malam, dan fosflipida dapat disabunkan dengan NaOH. Sedangkan sterol, hidrokarbon, dan pigmen adalah fraksi yang tidak tersabunkan. Kandungan lemak dalam bahan pangan adalah lemak kasar dan merupakan kandungan total lipida dalam jumlah yang sebenarnya.
Komposisi dan Sifat
Lemak dan minyak termasuk dalam kelompok senyawa yang disebut lipida, yang pada umumnya mempunyai sifat sama yaitu tidak larut dalam air. Dalam penanganan dan pengolahan bahan pangan, perhatian lebih banyak ditujukan pada suatu bagian dari lipida, yaitu trigliserida atau neutral fat. Pada umumnya untuk pengertian sehari-hari lemak merupakan bahan padat dalam suhu kamar, sedang minyak dalam bentuk cair dalam suhu kamar, tetapi keduanya terdiri dari molekul-milekul trigliserida. Lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar, diantaranya disebabkan kandungannya yang tinggi akan asam lemak jenuh yang secara kimia tidak mengandung ikatan rangkap. Sehingga mempunyai titik lebur yang lebih tinggi. Contoh asam lemak jenuh yang terdapat di alam adalah asam palmitat dan asam stearat. Minyak merupakan bahan cair diantaranya disebabkan rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam yang tak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah. Lemak banyak digunakan dalam pembuatan roti atau kue dengan tujuan membantu mengempukkan produk akhir. Lemak yang bersifat demikian dikenal dengan istilah shortening. Disebut demikian karena dengan adanya lemak yang tidak larut dalam air itu, maka terbentuk massa serabut-serabut gluten dari gandum yang padat dank eras dapat dihalangi. Dengan demikian serabut-serabut gluten menjadi lebih pendek(shortening), sehingga produk akhirnya (roti ataukue) menjadi lebih empuk.
JENIS LEMAK DAN MINYAK
A.    Minyak Goreng
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akroleinyang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserolakan membentuk aldehida tidak jenuh atauakrolein tersebut. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goring itu. Titik asapa suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserolbebas. Lemak yang telah digunakan untuk titik asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak sebaiknya dilakukan pada suhu tidak terlalu tinggi dari seharusnya. Pada umumnya suhu penggorengan adalah 177-221C.
B.    Mentega
Lemak dari suhu dapat dipisahkan darik omponen lain dengan baik melalui proses pengocokan atau churning. Dengan cara tersebut, secar mekanik fiim protein di dekelilingi globula lemak retak dan pecah, sehingga memungkinkan globula lemak menggumpal dan menyusup ke permukaan. Cara ini merupakan proses proses pemecahan emulsi minyak dalam air (o/w) dengan pengocokan. Mentega sendiri merupakan emulsi air dalam minyak dengan kira-kira 18% air terdispersi didalam 80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi (emulsifier).
Lemak susu terdiri dari trigliserida-trigliserida butirodiolein, butiropalmitoolein, oleodipalmitin, dan sejumlah kecil triolein. Asam lemak butirat dan koproat dalam keadaan bebas akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Mentega dapat dibuat dari lemak susu yang manis (swet cream) atau yang asam. Mentega dari lemak yang asam mempunyai cita rasa yang kuat. Lemak susu dapat dibiarkan menjadi asam secara spontan atau dapat diasamkan dengan penambahan pupukan murni bakteri asam laktat pada lemak susu yang manis yang telah dipasteurisasikan, sehingga memungkinkan terjadinya fermentasi.
C.   Margarine
Margarine merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa, dan nilai gizi yang hampir sama. Margarine juga merupakan emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak. Lemak yang digunakan dapat berasal dari lemak hewani atau lemak nabati. Lemak hewani yang biasa digunakan yaitu lemak babi (lara) dan lemak sapi oleo oil), sedangkan lemak nabati yang digunakan adalah minyak kelapa, minyaka kelapa sawit, minyak kedelai, dan minyak biji kapas. Karena minyak nabati umumnya berbentuk cair, maka harus dihidrogenasi lebih dahulu menjadi lemak padat, yang berarti margarine harus bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, dan segera dapat mencair pada mulut.
Lemak yang akan digunakan dimurnikan lebih dahulu, kemudian dihidrogenasi sampai mendapat konsistensi yang diinginkan. Lemak diaduk, diemulsikan dengan susu skim yang telah dipasteurisasi, dan diinokulasi dengan bakteri yang sama seperti pembuatan mentega. Sesudah inokulasi, dibiarkan 12 – 24 jam sehingga terbentuk emulsi sempurna, kadang-kadang ditambahkan emulsifier seperti lesitin, gliserin, atau kuning telur. Bahan lain yang ditambahkan adalah garam, Na benzoate sebagai pengawet, dan vitamin A.
Ekstraksi Soxhlet
Soxhlet merupakan alat yang terdiri dari pengaduk atau granul anti-bumping, still pot (wadahpenyuling) bypass sidearm, thimble selulosa, extraction liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet, expansion adapter, condenser (pendingin), cooling water in, dan cooling water out. Soxhlet biasa digunakan dalam pengekstrasian lemak pada suatu bahan makanan. Metode soxhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi. Waktu yang digunakan lebih cepat. Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan harus mudah menguap dan hanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas (Harper 1979).
Soxhlet merupakan Ekstraksi padat-cair digunakan untuk memisahkan analit yang terdapat pada padatan menggunkan pelarut organic. Padatan yang akan diekstrak dilembutkan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk atau juga diiris-iris. Kemudian padatan yang telah halus dibungkus dengan kertas saring. Padatan yang terbungkkus kertas saring dimasukkan kedalam alat ekstraksi soxhlet. Pelarut organic dimasukkan kedalam labu alas bulat. Kemudian alat ektraksi soxhlet dirangkai dengan kondensor . Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan pelarut organic sampai semua analitter ekstrak (Khamnidal.2009).
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Penetapan kadar lemak dengan metode soxhlet ini dilakukan dengan cara mengeluarkan lemak dari bahandengan pelarut anhydrous. Pelarut anhydrous merupakan pelarut yang benar-benar bebas air. Hal tersebut bertujuan supaya bahan-bahan yang larut air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak serta keaktifan pelarut tersebut tidak berkurang. Pelarut yang biasa digunakan adalah pelarut hexana (Darmasih 1997).
Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang dan kemudian dibungkus dengan kertas saring atau ditempatkan dalam thimble (selongsong tempat sampel), di atas sample ditutup dengan kapas. Kertas saring ini berfungsi untuk menjaga tidak tercampurnya bahan dengan pelarut lemak secara langsung. Pelarut dan bahan tidak dibiarkan tercampur secara langsung agar bahan-bahan lain seperti fosfolipid, sterol, asam lemak bebas, pigmen karotenoid, klorofil dan lain-lain tidak ikut terekstrak sebagai lemak. Hal ini dilakukan agar hasil akhir dari penentuan kadar lemak ini lebih akurat. Selanjutnya labu kosong diisi butir batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas. Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan pelarut anhydrous (Lucas 1949).
Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam soxhlet. Alat ekstraksi soxhlet disambungkan dengan labu lemak yang telah diisi pelarut lemak dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor. Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak mulai dipanaskan. Penentuan kadar lemak pada bahan tersebut dilakukan selama beberapa jam tergantung dari jumlah emak yang terkandung dalam bahan. Semakin banyak kadungan lemak yang terdapat pada bahan, semakin lama proses ekstraksi lemak dilakukan (Darmasih 1997).
Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondenser mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fasecair, kemudian menetes ke thimble. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifonmenuju labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksilemak kasar dilakukan selama 6 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan dikeringkan (Darmasih 1997).
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehinggaterjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.
Soklet terdiri dari:
1.    Pengaduk / granul anti-bumping                    
2.    Still pot (wadah penyuling)
3.    Bypass sidearm
4.    Thimble selulosa
5.    Extraction liquid
6.    Syphon arm inlet
7.    Syphon arm outlet
8.    Expansion adapter
9.    Condenser (pendingin)
10.  Cooling water in
11.  Cooling water out                                           
Keuntungan dan Kerugian :
Metode soxhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi. Waktu yang digunakan lebih cepat.
Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan harus mudah menguap dan hanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas.
Massa jenis (densitas) hasil ekstraksi dihitung dengan mennggunakan persamaan:
D = M/V
Ket: D = densitas (gr/lt)
       M = Massa cairan (gr)
       V = Volume cairan (lt)