Protein merupakan suatu zat
makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber
energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah
polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein
mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam
seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
Pada umumnya kadar protein di
dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri (S.A. & Suwedo
H. ,1987). Nilai gizi dari suatu bahan pangan ditentukan bukan saja oleh
kadar nutrien yang dikandungnya, tetapi juga oleh dapat tidaknya nutrien
tersebut digunakan oleh tubuh (Muchtadi, 1989). Salah satu parameter nilai gizi
protein adalah daya cernanya yang didefinisikan sebagai efektivitas absorbsi
protein oleh tubuh (Del Valle, 1981). Berdasarkan kandungan asam-asam amino
esensialnya, bahan pangan dapat dinilai apakah bergizi tinggi atau tidak. Bahan
pangan bernilai gizi tinggi apabila mengandung asam amino esensial yang lengkap
serta susunannya sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Protein yang terdapat dalam bahan
pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain:
1. Dapat terdenaturasi oleh
perlakuan pemanasan.
2. Dapat terkoagulasi atau mengendap
oleh perlakuan pengasaman.
3. Dapat mengalami dekomposisi atau
pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik.
4. Dapat bereaksi dengan gula
reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.
Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, pelarut organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 2010). Analisis protein ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu: destruksi, destilasi, dan titrasi. Penentuan protein menurut Kjeldahl disebut juga penentuan kadar protein kasar (crude protein), yaitu menentukan jumlah total nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Sampel yang dianalisis berupa ampas tahu (A; E), jagung (F; G), biskuit (B; C), dan susu (D; H), sampel kelompok 7 yaitu jagung.
Proses destruksi (Oksidasi)
Tahapan pertama penentuan kadar
protein ini yaitu destruksi, destruksiprotein
meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan
tersier protein. Sampel sebanyak 0,51 g ditimbang, kemudian ditambahkan 0,04 g
HgO dan 0,9 g K2SO4 sebagai katalis. Destruksi merupakanproses pengubahan N protein menjadi
ammonium sulfat. Proses ini berlangsung selama sampel yang ditambah dengan
katalisator direaksikan dengan H2SO4 pekat dan
dididihkan di atas pemanas labu Kjeldahl. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam ruang asam untuk menghindari S yang
berada di dalam protein terurai menjadi SO2 yang sangat
berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh. Asam sulfat pekat berfungsi
untuk mendestruksi protein menjadi unsur-unsurnya, sedangkan katalisator
berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dan menaikkan titik didih asam
sulfat. Tiap 1 gram K2SO4 menaikkan titik didih 30C.
Dari proses ini semua
ikatan N dalam bahan pangan akan menjadi ammonium sulfat (NH4SO4)
kecuali ikatan N=N; NO; dan NO2. Ammoniak dalam asam sulfat terdapat
dalam bentuk ammonium sulfat. Pada tahap ini juga menghasilkan CO2,
H2O, dan SO2 yang terbentuk adalah hasil reduksi
dari sebagian asam sulfat dan menguap.
Proses pemanasan dilakukan ± 2
jam sampai larutan jernih.Larutan yang
jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat bahan telah terdestruksi menjadi
bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan
jernih yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini
kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga
penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang
diinginkan.
Proses Destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3).Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan
perbedaan titik didih. Dari hasil destruksi protein, labu destruksi didinginkan kemudian dilakukan
pengenceran dengan penambahan aquades. Pengenceran dilakukan untuk mengurangi kehebatan
reaksi bila ditambah larutan alkali. Larutan dijadikan basa dengan
menambahkan 10 mL NaOH 60%, lalu corong ditutup dan ditambahkan aquades ±
setengah bagian. Sampel harus dimasukkan terlebih dahulu kedalam alat destilasi sebelum
NaOH, karena untuk menghindari terjadinya superheating. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana
basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam
Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap
oleh larutan asam standar. Untuk menampung NH3 yang keluar, digunakan asam borat dalam
erlenmeyer sebanyak 15 mL dan telah ditambahkan indikator Toshiro (Metil Merah
+ Metil Biru), menghasilkan larutan berwarna biru tua. Indikator ini digunakan untuk mengetahui asam dalam
keadaan berlebih. Hasil destilasi (uap NH3 dan air) ditangkap oleh larutan H3BO3 yang
terdapat dalam labu erlenmeyer dan membentuk senyawa (NH4)3BO3.
Senyawa ini dalam suasana basa akan melepaskan NH3. Agar kontak
antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi
tercelup sedalam mungkin dalam asam borat. Penyulingan dihentikan jika semua N
sudah tertangkap oleh asam borat dalam labu erlenmeyer atau hasil destilasi
tidak merubah kertas lakmus merah serta menghasilkan larutan berwarna hijau
jernih. Ujung selang dibilas dengan aquades, agar tidak ada ammonia yang
tertinggal di selang. Reaksi yang terjadi:
(NH4)SO4 +
NaOH
Na2SO4 + 2 NH4OH
2NH4OH
2NH3 + 2H2O
4NH3 + 2H3BO3
2(NH4)2BO3 +H2
Proses Titrasi
Titrasi merupakan tahap akhir pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan
ini. Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia (N) dapat diketahui
dengan volume HCl 0,02 N yang dibutuhkan destilat. Titik
akhir titrasi dihentikan sampai larutan berubah dari hijau ke biru (kembali ke
warna awal). Selisih jumlah titrasi blanko dan sampel merupakan jumlah
ekuivalen nitrogen.
Dari analisa yang telah dilakukan, volume yang digunakan untuk
menitrasi sampel sebanyak 5,37 mL HCl 0,02 N. Sehingga diperoleh kadar protein
pada jagung sebesar 8,84%, sedangkan pada literatur sebesar 5,1%. Hal ini dapat
terjadi dikarenakan proses analisa terutama titrasi yang tidak tepat, dapat
terlalu berlebihan atau kekurangan yang berpengaruh terhadap volume HCl yang
digunakan untuk titrasi, sehingga mempengaruhi hasil perhitungan kadar
protein kasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar